PURWOKERTO – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai PB Djarum masih melakukan pelanggaran pada gelaran Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis di Puwokerto yang berlangsung 8-10 September 2019. Pasalnya, kegiatan tersebut belum terbebas dari logo produk tembakau atau rokok.
Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty mengatakan, meski Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis tidak lagi memakai embel-embel “Djarum” namun tulisan dan logo serupa masih ditemukan pada nomor punggung peserta yang berusia anak, kartu nomor peserta, serta kaos yang dikenakan oleh para legend bulu tangkis.
“Sisi eksploitasi (anak) memang sudah menurun. Tapi denormalisasi produk masih terjadi. Di jersey peserta sudah tidak ada, tapi di kartu nomor peserta di belakang kaos masih ada,” kata dia kepada wartawan di Pendapa Si Panji Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (9/9).
(Baca juga: Audisi Beasiswa PB Djarum Dihentikan)
Dia mengatakan, KPAI hanya mencatat pelanggaran untuk pengawasan. Hasil temuan ini menjadi catatan yang akan dibahas pada rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian.
Menurut Sitti, sebetulnya polemik audisi ini sederhana. Djarum hanya diminta menurunkan brand produk rokoknya di lokasi kegiatan. Apabila hal itu masih dilanggar, pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian.
“Dari pertemuan 4 September 2019, kita beri kesempatan satu putaran ini diselesaikan sampai di grand final di Kudus. Evaluasi bertahap di setiap kota akan menjadi masukan yang akan kita bawa,” jelasnya.
Topik Terhangat
Sementara itu, terkait tanda pagar (#) BubarkanKPAI yang sempat menjadi topik terhangat di media sosial Twitter pihaknya menganggap hal tersebut terjadi karena pengetahuan warganet yang hanya sepotong-sepotong. Menurutnya, pihak yang berkomentar kemungkinan tidak memiliki pengetahuan yang sama.
“Saya tidak mengerti, logikanya ke mana? Kemungkinan bisa jadi mereka tidak mendapatkan pengetahuan yang sama dengan kita. Atau informasi yang ditangkapnya sepotong-potong,” katanya.
Dia menegaskan, KPAI tidak bermaksud melarang penyelenggaraan audisi bulu tangkis. Namun, pihaknya hanya melarang dua hal, yaitu eksploitasi anak terselubung serta denormalisasi produk rokok.
“Perlu digaris bawahi, audisi adalah seleksi, beda dengan pembinaan. Seleksi bisa macam-macam, terbuka tertutup, disiarkan atau tidak. Brand image, brand colour, logo-logo seperti itu diturunkan. Ketika itu diturunkan, berarti mereka mematuhi peraturan yang ada. Kalau peraturan dipatuhi, berarti kan sebetulnya KPAI tidak salah,” katanya.
Pola ini, imbuhnya, telah dibahas bersama Kemenkopolhukam. Hasil kesimpulannya adalah melakukan perubahan konsep audisinya. Selain itu, Kemenpora juga akan merangkul pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembinaan atlet.
Menurutnya, adanya logo produk tersebut akan berdampak pada denormalisasi produk, seolah rokok bukanlah barang berbahaya. “Dampaknya tidak akan terjadi langsung. Itu juga tidak akan dialami oleh atlet melainkan mereka yang mengidolakan atlet dan orang yang terbiasa dengan produk rokok,” katanya.
Sitti mengatakan, kasus Djarum ini seakan membuka kotak pandora. Pihaknya telah melakukan survey secara acak terhadap anak-anak pada 28 provinsi. Hasilnya, responden mengatakan kata Djarum berasosiasi dengan jarum jahit sebanyak 1%, 31% menjawab audisi beasiswa bulutangkis. Sementara 68% sisanya menjawab produk rokok.
Sedangkan dari hasil riset kesehatan dasar, tingkat keterpaparan rokok pada anak pemula untuk merokok tahun 2013 sebesar 7,2%. Pada 2018 tingkat keterpaparan menjadi 9,1%. Salah satu indikasinya adalah karena metode promosi seperti ini.
“Kalau ditanya kenapa baru sekarang? Karena kami menunggu hasil riset kesehatan. Setiap promosi yang melibatkan anak akan berdampak,” ujarnya.(K35-20)