PURWOKERTO – Penilaian kompetensi minimum dan survei karakter peserta didik yang akan diterapkan mulai tahun depan, dinilai tidak akan jauh berbeda dengan UN (Ujian Nasional) yang sudah diterapkan selama ini.
Menurut pemerhati pendidikan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sri Harmianto, sebenarnya penilaian kompetensi minimum siswa dan survei karakter bukan hal yang baru. Bahkan bisa dikatakan ini hanya beda tampilan atau penyebutan saja.
Pada dasarnya kedua bentuk penilaian ini hampir sama, yakni untuk mengukur kemampuan peserta didik. Hanya saja dalam penilaian kompetensi minimum dan survei karakter, lebih ditekankan pada proses.
”Kalau yang akan diterapkan nanti penekanannya memang bukan pada hasil, tetapi lebih pada proses bagaimana peserta didik menyerap materi yang diajarkan di sekolah dan memililiki keterampilan,” ungkapnya, baru-baru ini.
Ada dua dampak yang bisa timbul dari penerapan kebijakan penilaian kompetensi minimum atau asesmen, yakni dampak menguntungkan dan merugikan. Adapun dampak yang menguntungkan, kata dia, dengan melakukan penilaian kompetensi, maka nanti akan bisa dilihat keterampilan yang dikuasai peserta didik.
Pihaknya memberi contoh di SMA ada peserta didik yang memiliki nilai rapor yang bagus, tetapi ketika diminta untuk berbicara di depan orang banyak, ternyata tidak bisa. Ini menunjukkan peserta didik tersebut kemampuan keterampilannya masih kurang.
”Nilai rapornya bagus, tetapi tidak punya kemampuan sosial, tidak punya kemampuan emosional dan tidak punya kemampuan dalam berkomunikasi. Maka bisa dikatakan kompetensinya masih kurang,” terangnya.
Kemampuan Kognitif
Keberhasilan seseorang dalam berkarir, nilai dia, ternyata tidak hanya didukung kemampuan kognitifnya yang bagus, tetapi ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu keterampilan yang dimiliki. Misalnya keterampilan berbicara di depan orang banyak, kemampuan mengungkapkan pendapat dan gagasan, kemampuan melakukan lobi dan lain sebagainya.
Dengan adanya asesmen, diharapkan kemampuan sebenarnya peserta didik benar-benar bisa dilacak. Oleh karena itu, lanjut dia, akan lebih bagus manakala kedua kemampuan, yakni kemampuan kompetensi (keterampilan) dan kemampuan kognitif pada peserta didik, sama-sama ditekankan.
”Jadi tidak hanya ditekankan pada kemampuan kognitif saja, tetapi kompetensinya juga,” ujar dia.
Sementara Kasi Kurikulum Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Riyadi Setyarsono mengayakan, sampai sejauh ini petunjuk pelaksanaan dari penilaian kompetensi minimum peserta didik belum turun.
”Memang infonya UN akan diganti dengan penilaian kompetensi minimum. Meski begitu, kami belum mendapatkan informasi detail pelaksanaannya seperti apa,” jelas dia.
Kendati demikian, pihaknya siap untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Lagi pula, lanjut dia, pemerintah telah melakukan pertimbangan secara matang sebelum memutuskan kebijakan tersebut.(H48-20)
Diskusi tentang artikel