Puisi-puisi Dwita Utami, penyair dari Cilacap akan menemani akhir pekan ini. Selamat membaca puisi-puisi Dwita Utami.
GAWAI DAN SEMESTA
Gawai telah membius semesta
Kanak-kanak bermain game
Lupa mandi lupa mengaji
Muda-mudi dibuai asmara
Chating dari sore hingga pagi buta
Para dewasa beralibi kerja
Kirim naskah, kirim laporan, baca berita
Paruh baya turut berselfi ria
Lupa umur yang telah uzur
Bahkan pagi tadi
Kutengok di makam
Jenazah menuju pemulasaran
Tak ada lagi doa dilantunkan
Dari anak keturunan
Tak ada tangan tengadah minta ampunan
Yang ada gawai di genggaman
Sibuk mengabadikan moment sebagai kenangan
Ah..
Betapa gawai telah membius semesta
Barangkali di alam baka ruh-ruh berfoto juga
Tayem, 24 Agustus 2021
(Baca Juga: Puisi-Puisi M Abdul Roziq)
MALAM MINGGU DI PASAR MALAM
Malam Minggu yang syahdu ditemani terang bulan
Aku yang kesepian coba mencari hiburan
Berjalan sendiri di tengah gemerlap pasar malam
Sendal jepit, celana kulot dan kaos oblong
Headset di telinga, gawai di saku celana
Ramai anak-anak bermain tembak-tembakan,
Ada juga yang bermain pancing-pancingan
Beberapa lagi sibuk mewarnai gambar tokoh kartun kesayangan
Kulihat di wahana bianglala ada yang berteriak histeris ketakutan
Kulihat juga pasangan kekasih yang mesra saling berpegang tangan
Atau mungkin pengantin baru yang saling berpelukan
Aku teruskan berjalan
Ibu-ibu asyik berbelanja perabot rumahan
di lapak serba lima ribuan
Ada pula yang sibuk memilih daster, dalaman
Obral serba tiga puluh lima ribuan
Aku merasa salah jalan kuputuskan belok kanan
Sampailah di lapak penjual buku bekas
Aku asyik memilih beberapa buku puisi
Seorang mengagetkan aku dari belakang
Suara wanita yang tak asing ditelinga
Ternyata dia sang mantan pacar
Hatiku berdebar tidak karuan
Mantan pacar tak datang sendirian
Seorang pria memanggilnya sayang
Dan seorang anak memanggilnya ibu
Tayem, 3 September 2021
Puisi-Puisi Dwita Utami
KUCING HITAM
Seekor kucing hitam
Mengeong dalam selokan
Separuh tubuhnya basah
Entah terjatuh atau sengaja dijatuhkan
Tak ada yang iba
Mungkin jijik melihat rupanya
Kucing kampung kurus tak terurus
Dikibas-kibaskan kepala
Yang penuh kutu juga basah
Ada lendir keluar dari hidungnya
Yang kotor terkena air comberan
Dingin membuat ia bersin-bersin
Dijilat-jilat tubuhnya yang gatal
Sejenis dermatitis menjangkit kulit
Kucing hitam tak bertuan
Tak ada sesiapa rela menjadi majikan
Bukan sepiring whiskas apalagi sepotong paha ayam
Cukup kepala ikan asin atau sedikit nasi kemarin
Bukan selimut hangat apalagi kandang berkawat
Cukup selembar kardus atau emperan teras
Lapar kian mengakar
Kucing hitam berjalan pelan
Mendadak matanya berbinar
Diendusnya seekor mangsa
Dicabik-cabik dengan taringnya
Disantap habis bangkai tikus dengan rakus
Menit berselang kucing mengerang
Tubuhnya kejang-kejang
Mulutnya mengangga keluar busa
Kucing hitam tak lagi bernyawa
Mati keracunan tikus yang diracun manusia
Tayem, 16 September 2021
(Baca Juga: Puisi-Puisi Juli Prasetya)
HUJAN DAN SECANGKIR KOPI
Sore ini kunikmati hujan
Bersama secangkir kopi
Sambil mengingat sang kekasih hati
Tegukan pertama hati berbunga
Terbayang dirimu penuh pesona
Tegukan kedua kian membara
Debar-debar di dada tiada tara
Tegukan ketiga kian mendera
Benih-benih rindu mulai menjelma
Tegukan keempat makin menjerat
Berharap ada kata sepakat
Tegukan kelima kuajak bicara
Semoga diaminkan segala doa
Tegukan keenam mulai tampak
Secerca harapan
Tegukan ketujuh
Cinta mulai berlabuh
Bersama mendayung
Pulau berpuluh-puluh
Aku berhenti sejenak
Kenapa sekarang berubah pahit?
Rupanya kopi mulai habis
Rasa hati seperti teriris
Kekasih hati pergi tak ingat janji
Tanpa permisi tanpa basa basi
Hujan kini tinggal gerimis
Tayem, 25 Agustus 2021
Dwita Utami, seorang perangkat desa penyuka puisi, lahir dan besar di Cilacap, 14 Desember 1990. Belajar menulis puisi di Ruang Kata dan tergabung dalam Kelas Puisi Alit (KEPUL).