BANJARNEGARA- Wilayah Banjarnegara memiliki potensi kerawanan bencana yang sangat tinggi. Pembentukan masyarakat tangguh bencana melalui sekolah menjadi salah satu upaya untuk mengurangi risiko saat terjadi bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Banjarnegara Arief Rahman mengatakan, banyak potensi bencana yang terjadi di Banjarnegara, longsor, tanah bergerak, gempa bumi, erupsi gunung api, banjir, kebakaran lahan hingga angin kencang. Kerawanan tertinggi yakni bencana longsor saat musim hujan.
“Mungkin hanya ancaman tsunami saja yang tidak ada di Banjarnegara,” katanya, saat Pemetaan dan Sinergi Pengurangan Risiko Bencana melalui Sosialisasi/Madrasah Aman Bencana. Kegiatan ini difasilitasi oleh BPBD Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah peserta 90 orang terdiri dari kepala sekolah dan guru dari tingkat SD/MI, SMP/MTs hingga SMA/SMK/MA di Banjarnegara.
Dikatakan, BPBD Banjarnegara melakukan beberapa upaya terkait mitigasi dan pencegahan bencana. Terutama, untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengetahui potensi kerawanan bencana di wilayahnya masing-masing. Selain itu, juga pelatihan penanganan darurat saat terjadi bencana. “Di tingkat desa, kami membentuk Desa Tangguh Bencana atau destana,” ujarnya.
Selain itu, upaya tersebut juga dilakukan melalui pembentukan Sekolah/Madrasah Aman Bencana (SMAB). Tujuannya untuk membangun budaya siaga bencana dan budaya aman di sekolah melalui peningkatan kapasitas institusi sekolah dan warga sekolah dalam mewujudkan tempat belajar yang aman bagi siswa, guru, anggota komunitas sekolah serta di sekeliling sekolah. “Kami sudah mulai membentuk rintisan SMAB sebagai pilot project,” terangnya.
Dikatakan, dengan SMAB ini diharapkan meningkatkan kewaspadaan siswa, guru dan warga sekolah terhadap ancaman bencana. Mereka jadi tahu apa saja yang dilakukan saat kondisi normal, saat terjadi bencana dan setelah terjadi bencana.
Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Banjarnegara Andri Sulityo menambahkan, pembentukan SMAB ini harus didasari atas komitmen bersama pemangku kepentingan. Selain guru dan siswa, juga butuh keterlibatan karyawan, orang tua, komite sekolah/madrasah, pemerintah dan media massa.
Warga sekolah diharapkan dapat melembagakan aktivitas pengurangan risiko bencana dan menjadi tutor sebaya bagi teman dan sekolah lain. “Fokus SMAB yakni untuk membentuk budaya sadar bencana di lingkungan sekolah untuk mewujudkan masyarakat tangguh bencana,” tandasnya. (K36-)
Diskusi tentang artikel