PURWOKERTO – Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Banyumas disarankan menjalin kerjasama dengan lembaga kearsipan, perpustakaan maupun museum di luar daerah. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengkajian dan penetapan cagar budaya.
Pegiat Banjoemas History and Heritage Community (BHHC), Jatmiko Wicaksono mengatakan, kesulitan TACB untuk menemukan catatan sejarah terkait bangunan diduga cagar budaya merupakan masalah klasik. Seharusnya hal itu dapat diatasi dengan membangun jejaring antar lembaga yang bergerak di pemeliharaan maupun penelitian cagar budaya.
“Itulah fungsinya TACB. Mereka kan merupakan tim resmi yang ditetapkan dengan SK Bupati dan bekerja berdasarkan Perda. Mereka juga bisa menjalin kerjasama dengan Perpustakaan Nasional bahkan sampai museum di luar negeri bila dibutuhkan,” katanya, Rabu (20/11).
Menurut Jatmiko, bila dibandingkan, langkah TACB Banyumas lebih lamban dibandingkan TACB Purbalingga. Dalam setahun mereka bisa mengkaji 30 cagar budaya di Purbalingga, sementara di Banyumas jumlah yang dikaji dapat dihitung dengan jari.
Dia menyarankan, sebelum melakukan kajian terhadap benda peninggalan sejarah sebaiknya TACB melakukan riset arsip maupun data. Contohnya terhadap gedung Kantor Pos Banyumas.
“Ada sejumlah catatan yang menyebutkan gedung Kantor Pos Banyumas sudah mengalami perubahan. Salah satu sebabnya karena pernah terbakar,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota TACB Banyumas, Arief Rahman mengeluhkan minimnya catatan sejarah saat melakukan kajian terhadap empat bangunan diduga cagar budaya yakni gedung Sekolah Dasar Sudagaran 1 dan kantor Pos Banyumas di komplek Kota Lama Banyumas, kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Banyumas serta kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Banyumas. Proses pendokumentasian telah dimulai sejak pekan lalu.
“Catatan sejarah keempat gedung ini sangat sulit. Karena itu kami melibatkan komunitas sejarah Banjoemas History and Heritage Community untuk membantu proses penggalian catatan sejarah,” ucapnya. (K35-60)