PURWOKERTO – Tim sivitas akademika Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto meraih medali perak pada gelaran Seoul International Invention Fair (SIIF) 2019, Seoul Korea, 27-30 November 2019 lalu. Kompetisi dan pameran produk riset itu diikuti 635 inventor dari 30 negara di seluruh dunia yang melingkupi kalangan mahasiswa hingga perusahaan multinasional.
Pada ajang tersebut Tim Unsoed yang dibimbing Dosen Biologi Ratna Stia Dewi, memaparkan penelitian tentang jamur Aspergilles sp. sebagai pembersih air limbah pewarna batik.
“Ide ini tercipta dari kondisi pembuangan limbah batik. Seperti diPekalongan kan sungainya berwarna, di Banyumas memang belum separah di Pekalongan,” kata dia, Selasa di laboratorium mikologi, Fakultas Biologi Unsoed, Selasa (10/12).
Tim Unsoed yang terdiri dari Ratna dan sejumlah mahasiswa yaitu Sakinan Mawaddah Siregar, Dwi Ayu Lutfiani Amalia, Maulana Nur Ardian, Asilah Resty Nurfadilah dan Ramadi Habib Fathurrohim, lantas merakit alat untuk mengurai kandungan racun dan membersihkan air limbah pewarna yang digunakan dalam proses pewarnaan batik hingga 93 persen selama 43 hari. Proses uji coba dikerjakan di green laboratorium dengan limbah batik dari sekitar wilayah Banyumas.
“Awalnya airnya berwarna coklat kehitaman. Sampai minggu kedua sudah bening,” ujarnya.
Berbahaya
Perempuan asli Jakarta ini mengemukakan, limbah pewarna batik sangat berbahaya karena beracun dan sulit terurai. Air yang tercemar menjadi keruh dan dapat membunuh organisme yang hidup di daerah perairan sungai seperti mikroba, meracuni ikan hingga tanaman.
Parahnya lagi, sambung dia, air yang sudah tercemar limbah dapat merembes ke sumur. Apabila air sumur yang terkontaminasi tersebut dikonsumsi terus menerus maka dapat terkumpul di dalam tubuh manusia dan menyebabkan kanker, paru-paru dan serebrovaskular.
Menurut Ratna, alat pemurni air limbah tersebut juga bisa diaplikasikan pada Sungai Bengawan Solo yang tercemar limbah pabrik baru-baru ini. Sebab, pewarna limbah batik lebih berbahaya dan lebih kuat dibanding dengan limbah pewarna lainnya.
“Sangat bisa, karena limbah batik ini lebih berbahaya dan lebih banyak kandungan logamnya. Saya juga sudah dipanggil oleh Pemkot Pekalongan. Tanggal 16 Desember, untuk mempresentasikan hasil temuan saya ini,” ujarnya.
Dia mengaku, alat ini tengah didaftarkan untuk mendapatkan hak kekayaan intelektual. Sehingga kelak dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan masyarakat secara luas.(K35-60)