PURBALINGGA – Tim dosen dari Universitas Peradaban (UP) Bumiayu yang melakukan kegiatan pengabadian kepada masyarakat melakukan pendampingan sejumlah UMKM di Kabupaten Purbalingga. Kegiatan yang berlangsung sejak Juli lalu ini, kini mulai dirasakan manfaatnya oleh kelompok pelaku usaha UMKM setempat.
Tim yang terlibat, yakni Kurniawan SE MSi, dari Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, selaku ketua tim. Tim beranggotakan Sugeng Riyanto SH MSi dari Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Voviea Varadilah Sandi SSn MSn, dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Dede Nurdiawati MPd dari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Kurniawan mengatakan, kegiatan itu merupakan kerjasama timnya dengan Dinas Koperasi dan UMKM Purbalingga, dengan nama program Pelatihan dan Penyuluhan Program Pengembangan Produk Unggulan (PPPUD), yang didanai dari Kemenristek Dikti, untuk pelaksanaan tiga tahun, dan saat ini masuk tahun pertama.
Menurutnya, ada tiga mitra kelompok UMKM yang didampingi, yakni UMKM Sekarsari, Istana Bambu dan Akar Wijaya. Ketiganya telah mendapatkan bantuan peralatan teknologi dari tim PPPUD untuk peningkatan produksinya.
“Tujuan dari kegiatan PPPUD tersebut adalah untuk peningkatan kualitas produk, omset dan peran masyarakat untuk memajukan UMKM,” katanya, Kamis (12/9).
Berbagai manfaat yang telah diberikan, kata dia, di antaranya untuk UMKM batik Sekarsari Desa Gambarsari RT 04/ RW 02 Kecamatan Kemangkon. UMKM yang diketuai Edi Winarto ini mulai mengembangkan teknologi pencetakan malam dingin.
“Teknologi ini termasuk baru di Purbalingga, selain belum ada yang mengembangkan teknologi ini, pemberian bantuan alat itu juga untuk mejawab kebutuhan pasar untuk produksi masal dengan waktu produksi yang lebih pendek,” katanya.
Dalam pendampingan tersebut, pihaknya hampir tiap minggu berkoordinasi dengan UMKM tersebut, untuk mengevaluasi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan PPPUD tersebut,
Kurniawan mengatakan, selain peralatan produksi yang semakin baik, UMKM tersebut juga perlu menetapkan strategi baru. Sehingga tidak hanya pada peningkatan kuantitas produksi saja, namun mereka perlu mulai mengembangkan produk dengan strategi baru untuk meningkatkan keuntungan di masa yang akan datang.
Dari hasil pemdampangan yang sudah berjalan, katanya, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan. Seperti pesan banyak harga murah, dan memiliki satu keunikan yang lebih menarik. Misalnya perlu dihubungkan dengan berbagai ikon Kabupaten Purbalingga, dan pengemasan pasar secara online.
“Ini didibutuhkan berbagi langkah yang terencana, sehingga produk Kabupaten Purbalingga menjadi semakin memiliki daya saing. Sehingga kegiatan ini kita lakukan terus menerus supaya ada nilai manfaat yang positif untuk UMKM di Purbalingga,” katanya.
Produksi Terbatas
Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UMKM kabupaten Purbalingga, Adi Purwanto dalam saat kegiatan pelatihan dan penyuluhan, mengatakan permasalahan yang dihadapi UMKM, mulai kapasitas produksi yang terbatas, biaya operasional yang masih tinggi, peralatan produksi yang tidak menunjang dan permasalahan permodalan, sering kali menjadi hambatan UMKM ini untuk berkembang.
“UMKM yang jadi mitra tim dosen UP ini sebelumnya seringkali menolak pesanan dari sekolah ataupun instansi lain, karena jumlah pesanannya banyak, karena ada yang minta segera jadi. Sementara itu proses batik tulis atau cap waktu produksinya relatif lebih lama di bandingkan dengan proses pinting malam,” katanya mencontohkan.
Adi Purwanto. pemilik Batik Sekarsari mengatakan, setelah mendapatkan bantuan peralatan dan adanya pendampingan, saat ini telah mampu memproduksi batik dengan pesanan banyak.
“Produksinya pun sekarang dapat selesai lebih cepat dibandingkan batik cap,” katanya.
Untuk kelompok Istana Bambu dan Akar Wijaya, juga mendapat peralatan teknologi, seperti mesin serut, alat potong dan gerendra.
Ketua kelompok Istana Bambu, Hendri Guntoro mengatakan, hambatan yang sering dihadapi pelaku UMKM selalu kewalahan menangani pesanan. Mereka tidak mampu memenuhi pasar, karena proses produksi menggunakan alat manual.
Selain prosesnya lama beberapa anggota seringkali membuat produk yang tidak seragam antara anggota satu dengan anggota lain.
“Namun dengan peralatan mesin ini kita h tidak lagi khawatir kehilangan pasar, karena proses produksi relatif lauh lebih cepat,” akunya.
Nyarjan Prianto, ketua Kelompok Akar Wijaya mengatakan, saat ini pemesannya keluar Jawa. Bahkan ada yang dari mancanegara. Hasil produksinya, seperti patung kayu di produksi dengan memanfaatkan akar kayu yang sudah tidak bernilai. Kemudian di diolah menjadi patung kayu dengan harga yang relative tinggi.
“Saat ini sudah mampu memproduksi patung dengan ukuran sedang yang awalnya hanya 4-5 patung kayu per bulan. Sekarang sudah bisa memproduksi 9 patung per bulan,” ceritanya. (G22-37)