LIMA anak berkebutuhan khusus kategori tunarungu terlihat sibuk mengerjakan sejumlah kerajinan tangan di sebuah ruangan kelas. Ada yang membuat rajutan, makram, hingga tirai pintu yang terbuat dari sedotan plastik.
Tak muncul kegaduhan dari mereka, justru keseriusan yang terlihat dari wajah mereka. Meski anak-anak ini difabel, namun mereka memiliki keinginan yang kuat untuk menyelesaikan keterampilan yang dibuatnya.
Tak jauh dari meja tempat mereka membuat kerajinan, duduk salah seorang guru pendamping yang mengarahkan setiap langkah yang dilakukan para siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) B Yakut Purwokerto ini.
”Mereka duduk di kelas 8 atau SMPLB kelas 2. Hasil kerajinan yang dibuat tergantung dari anak-anaknya. Sebagian ada yang mampu menyelesaikan dengan cepat, tapi ada pula yang lambat,” ungkap Susanti, guru pendamping tersebut.
Bagi siswa yang belum menyelesaikan pembuatan kerajinan tahap pertama, mereka tidak boleh membuat kerajinan tahap berikutnya. Kerajinan yang tahap pertama harus diselesaikan dulu. Setelah itu, baru menginjak ke tahap berikutnya.
Di sekolah tersebut, lanjut dia, para peserta didik tidak hanya mendapatkan keterampilan kerajinan tangan dan menjahit saja, tetapi mereka juga mendapatkan pelatihan tentang keterampilan tata boga.
Meski diakui tidak mudah mengajari anak berkebutuhan khusus, namun dengan ketelatenan dan kesabaran, maka kegiatan pembelajaran bisa berhasil.
”Sebenarnya semua guru bisa mendidik anak berkebutuhan khusus, asalkan punya telaten dan sabar. Selain itu, dalam mendidik harus dilakukan dengan hati,” ujarnya.
Dia menilai, melatih anak-anak berkebutuhan khusus dalam membuat kerajinan tangan, dibutuhkan kiat khusus. ”Biasanya saya mencari anak yang bisa berkomunikasi dengan gampang untuk diajari terlebih dulu. Setelah bisa, biarkan anak tersebut mengajari teman-temannya. Cara ini biasanya lebih efektif. Buktinya mereka lebih cepat paham,” jelas dia.
Di tengah-tengah keterbatasannya, menurut dia, mereka perlu mendapatkan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal bagi mereka untuk bisa mandiri.
”Bagaimanapun juga ke depan mereka perlu dilatih untuk bisa mandiri dan tidak tergantung dengan orang lain. Salah satu caranya dengan membekali mereka dengan keterampilan,” jelasnya.
Guru lainnya, Retno Muktiasih menambahkan, para peserta didik di SLB tidak hanya mendapatkan materi pelajaran, tetapi mereka juga diajari keterampilan. Bahkan jenis keterampilan yang diajarkan justru mengarah ke kewirausahaan.(Budi Setyawan-37)