SINGKONG kerap dikesankan sebagai makanan kampungan, bahan makanan kelas kedua. Namun, di mata warga Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa, singkong merupakan lambang kemakmuran dan keguyuban yang selalu dirayakan melalui Kuduran Budaya.
Kuduran Budaya menjadi ajang ejawantah dan ikrar kebanggaan warga terhadap jati diri sebagai ‘wong ndesa’. Begitupun dalam kemeriahan Kuduran Budaya yang menjadikan singkong sebagai sibol kebanggaan warga desa.
Puncak acara Bentang Ondol menjadi penutup dari ritual budaya yang diprakarsai komunitas Seniman Muda Wanayasa (Sendawa) dengan menyajikan ondol dalam bentangan 1000 meter, pada Minggu (30/9)
Ondol merupakan panganan lokal berbentuk bola kecil seukuran biji salak yang terbuat dari singkong. Bagi masyarakat Banjarnegara, makanan ini tidaklah asing. Dan ondol asal Wanayasa dikenal cita rasanya yang paling gurih.
Ketua Sendawa Nono mengatakan, sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal. Generasi muda yang tergabung dalam Sendawa merayakannya dalam Kuduran Budaya, yang tahun ini menjadi gelaran ke-11. Agenda utamanya antara lain Mlampah Samparan, Bedhul Singkong dan Bentang Ondol.
“Rangkaian ini merupakan kolosalisasi proses pembuatan biji ondol, dari pemilihan singkong terbaik, pemanenan, pembuatan hingga penyajian,” tuturnya.
Ondol, menurutnya, merupakan simbol dari kebersamaan. Untuk membuat sebutir ondol dibutuhkan peran dari banyak orang. Petani, buruh tani, tenaga pemanen, buruh kupas, pemarut, pembuat bumbu hingga para penjaja ondol.
“Semua memiliki peran masing-masing. Ini menggambarkan betapa pentingnya kebersamaan,” ujarnya.
Menurutnya, Bentang Ondol juga menjadi kritik sosial terhadap kondisi kekinian, yakni sikap individualistis atau hanya mementingkan kelompoknya sendiri. Sikap tersebut jelas menjadi ancaman nyata bagi budaya gotong royong di tengah masyarakat. Selain itu, tradisi ini juga sebagai upaya untuk mewujudkan kebanggaan bagi generasi muda terhadap tradisi masyarakat.
Proses pembuatan ondol diorkestrasi dengan apik dalam rangkaian yang diawali Mlampah Samparan. Ini adalah prosesi berjalan kaki menuju ke kebun singkong. 17 pria berambut gondrong ditemani 45 warga sebagai pengiring memilih dan mencabut singkong terbaik dari kebun warga dalam ritual Bedhul Singkong. Tidak asal cabut, mereka pun menyampaikan ‘tetembung’ atau permohonan dengan hormat
Singkong tersebut selanjutnya diolah menjadi ondol oleh 10 koki ondol terbaik di Wanayasa. Selanjutnya, butiran-butiran tersebut ditusuk sengan bilah bambu dan dibentangkan sejarak 1000 meter dalam Bentang Ondhol.
Nono menuturkan, pesta budaya ini juga dimeriahkan dengan acara seni budaya antara lain pawai ta’aruf, pacuan kuda lumping, aneka dolanan tradisional dan pentas musik Sedekah Nada yang disertai pelepasan lampion impian.
Wakil Bupati Banjarnegara Syamsudin menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya Kuduran Budaya. Dia memuji semangat, kerja keras dan konsitensi warga sehingga Kuduran Budaya rutin terselenggara dan menjadi ikon Desa Wanayasa. “Geliat, semangat dan kreativitas yang dimotori oleh anak muda ini patut dipertahankan,” ujarnya. (Castro Suwito-37)