BANJARNEGARA – Angka prevalensi balita stunting di Kabupaten Banjarengara cenderung menurun.
Pada 2013 terdapat 22.446 kasus stunting, sedangkan dari hasil pendataan sementara per awal Oktober 2019 turun menjadi 19.741 kasus.
Wakil Bupati Banjarnegara Syamsudin mengatakan, pada 2013 tercatat sekitar 22.446 kasus balita stunting atau 32,8 persen dari jumlah balita. Namun pada awal Oktober 2019 ini, angka tersebut bisa ditekan hingga 27,1 persen.
Meski demikian, angka ini menjadi perhatian serius Pemkab Banajarnegara dalam upaya percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting.
“Walaupun bukan merupakan penyakit, tetapi stunting tidak boleh dianggap remeh. Hal ini menjadi perhatian serius kita semua untuk mewujudkan generasi masa depan yang kuat,” katanya saat membuka Rembuk Stunting, kemarin. Acara ini diselenggarakan oleh Baperlitbang Banjarnegara, kemarin.
Wabup menekankan, penanganan stunting tidak hanya tugas Pemkab tapi butuh dukungan nyata semua pihak. Kegiatan Rembuk Stunting ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk menemukan solusi yang tepat dalam mempercepat penurunan stunting di Banjarnegara.
“Dibutuhkan sistem terpadu dan terintegrasi agar penanganan stunting optimal, antara lain komitmen, kampanye perubahan perilaku, konvergensi program, akses pangan bergizi, pemantauan dan evaluasi,” terangnya.
Wabup juga meminta camat untuk turut mensosialisasikan, mendampingi serta mengarahkan desa/kelurahan untuk mendukung percepatan penaggulangan stunting di wilayahnya.
Kepala Dinas Kesehatan Banjarnegara dr Ahmad Setiawan menyatakan, penyebab stunting atau balita pendek antara lain karena praktek pengasuhan yang tidak baik. Mislanya, kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum serta pada saat kehamilan.
Balita tidak mendapatkan ASI eksklusif. Makanan pengganti ASI yang tepat juga bisa menjadi penyebabnya. “Kekurangan gizi berpengaruh terhadap gagalnya pertumbuhan badan, terhambatnya perkembangan otak dan terganggunya metabolisme tubuh,” paparnya.
Ditambahkan, anak yang mengalami stunting berisiko terhadap penyakit tidak menular seperti obesitas, stroke, jantung yang lebih tinggi karena gangguan metabolisme tersebut. Karena itu, mencegah terjadinya stunting merupakan langkah yang penting.
“Bukan semata-mata stuntingnya yang menjadi masalah besar, tetapi proses terjadinya stunting akan bersamaan dengan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh lainnya seperti otak, jantung, ginjal dan pankreas,” terangnya.
Dikatakan, intervensi perbaikan gizi masyarakat perlu ditingkatkan untuk mencegah stunting. Terutama, saat anak di dalam kandungan hingga usia dua tahun atau 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Kepala Baperlitbang Banjarnegara Arifin Romli mengatakan, Rembuk Stunting digelar bertujuan untuk mendeklasrasikan komitmen Pemkab dan membangun komitmen publik di Kabupaten Banjarnegara. Strategi intevensi penanggulangan dan pencegahan stunting di Banjarnegara dengan Gerakan Atasi Stunting Pokoke Ojo Lali Meteng Kudu Cukup Gizi, ASI Eksklusif nganti bayi 6 wulan, Sewise MP-ASI sing Memadai, BAB nang jamban sehat, Ukur duwure karo timbang Bobote, Diakehi mangan iwak, Hindari kukus rokok, Imunisasi lengkap Gaspol Bareng Mas Budhi. (K36-60)